Tabarruk dengan Benda Peninggalan Nabi ﷺ

 

(16/08/2021) Tabarruk dengan atsar (bekas peninggalan) Nabi Muhammad masih menjadi asbab kebaikan yang banyak. Hadits-hadits shahih maupun hasan tentang berlomba-lombanya para sahabat Nabi utuk berebut bekas air wudlu, potongan rambut, air ludah dan dahaknya Rasulullah itu sangatlah banyak.

Tanpa disangka, atas berkat kasih sayang Allah kepada kita, pada hari Senin hari lahirnya Nabi dan masih bertepatan dengan bulan Muharram bulan keniatan Nabi untuk hijrah ke Madinah. Alhamdulillah Pondok Pesantren Dar El-Wihdah mendapatkan kehormatan yang sangat besar dengan datangnya 3 artefak Nabi yang berupa sorban Nabi , sobekan kain-kain sorban serta helai rambutnya Rasulullah




 Artefak-artefak tersebut memiliki data dan sertifikat otentik yang disahkan Museum Peninggalan Nabi di negara Brunai yang bersambung sampai baginda Rasulullah . Suasana haru dan tangis pecah ketika keluarga besar Ponpes Dar El-Wihdah menyambut barang mulia tersebut.

Kegiatan penyambutan dibuat menjadi 3 sesi. Yang pertama diadakan di masjid Bilal ra, diawali dengan pembacaan kitab As-Syifa karya Al-Qoodhi ‘Iyadh tentang bab Menghormati Nabi dilanjutkan dengan pengenalan tentang artefak-artefak tersebut kepada jamaah dan para santri. Juga dalam rangka tabarruk disamping semua jamaah dan santri mencium rambut Nabi juga dilakukan acara pencelupan rambut Nabi ke dalam 3 galon yang selanjutnya air tersebut dibagikan kepada jamaah dan seluruh santri.

Acara kedua di pondok putri bersama jamaah ibu-ibu dan para santriwati. Suasana tangis haru menggema dalam komplek saat melihat langsung benda milik kekasih junjungan yang namanya setiap hari wajib disebut dalam shalat maupun adzan, yaitu Sayyiduna Muhammad .

Acara ketiga bakda Isya kembali diadakan di masjid Bilal ra diawali dengan pembacaan Maulid Ad-Dhiya’ Al-Lami’ bersama jamaah masjid, tamu undangan dan seluruh santri putra. Dan menambah keberkahan di hari itu dengan hadirnya Al-Habib Ustadz Umar bin Husein As-Segaf dari Solo. Beliau menyampaikan nasehatnya supaya amal kita harus didasari dengan rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya. Sahabat Anas bin Malik ra meskipun seorang ahli ibadah, ahli ilmu, ahli perjuangan, namun beliau tidak mengandalkan perkara-perkara tersebut untuk masuk surga, melainkan mengandalkan rasa cintanya kepada Rasulullah (al-mar’u ma’a man ahabba).

Majlis dilanjutkan dengan tabarruk mencium sorban hijau Nabi . Nampak tak satupun jamaah yang mencium peninggalan Nabi melainkan air mata tumpah mengalir deras sebagai ungkapan rasa rindu kepada kekasih dari lubuk hati yang paling dalam, yang tak akan mungkin didustai!   


 

 





Al-Imam Ad-Dzahabi Syamsuddin Abu Abdilla dalam kitab Tarikh Islam menceritakan di zaman Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), anak beliau yaitu Abdullah menceritakan tentang tabarruknya Imam Ahmad bin Hanbal terhadap rambut Nabi yang beliau punya. Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) mencium rambut Nabi, memasukkannya ke dalam air lalu meminum air itu agar selalu sehat. Hal ini diceritakan oleh Imam ad-Dzahabi (w. 748 H)

 قال عبد الله بن أحمد: رأيت أبي يأخذ شعرةٌ مِنْ شَعْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فيضعها على فيه يُقبّلها، وأحسب أنّي رأيته يضعها على عينه ويغمسها في الماء ويشربه يستشفى به

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: Saya melihat bapakku mengambil rambut Nabi lalu diletakkan di mulut lantas beliau menciumnya. Saya melihat beliau meletakkan rambut Nabi di mata bapakku, lantas dicelupkan ke air dan meminum air itu agar sehat.

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) memang memiliki 3 helai rambut Nabi yang diberi oleh anak dari al-Fadhl bin Rabi’. Dalam Mir’at az-Zaman fi Tarikh al-A’yan, Imam Ahmad ketika sebelum wafat, Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) berwasiat agar 3 helai rambut Rasulullah itu diletakkan di kedua mata dan mulut Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H). Hal yang sama juga dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, agar rambut Nabi yang beliau punya, diletakkan di mata beliau saat beliau wafat.

Semoga kita bisa istiqamah berjuang untuk Nabi dan mendapatkan syafaatnya kelak di yaumil qiyamah.

 

Komentar