Saya Muslim, Bagaimana Menghadapi Wabah Corona?

 



 
Virus COVID19 (Corona Virus Disease 2019) yang berawal dari Wuhan China kini telah berhijrah ke penjuru dunia. Tak luput juga masuk ke negeri kita. Sampai saat ini 19 April 2020 kasus yang terjangkit positif di negeri kita telah mencapai angka 6.248 kasus.  Itu angka resmi pemerintah. Angka realnya berapa? Hanya Allah yang tahu.

Lalu bagaimana kita sebagai seorang muslim yang memiliki  jati diri Al-Quran dan Sunnah dalam menghadapi pandemi global ini? 

1. Kita meyakini bahwa segala sesuatu datang dari Allah ta`ala. Seluruh makhluk semuanya berjalan dengan perintah Allah. Tak ada satu pun yang diam atau bergerak melainkan atas kehendak Allah. Termasuk  virus, dia juga makhluknya Allah. Dalam kitab aqidah al-Kharidah al-Bahiyyah diterangkan :

ثم اعلمن بأن هذا العالما أي * ما سوي الله العلى العالما
من غير شك حادث مفتقر * لأنه قام به التغير
"
Ketahuilah bahwa alam itu adalah semua yang selain Allah Maha Tinggi Maha Mengetahui
Tak diragukan bahwa alam itu sesuatu yang baru (hadits), karena dia punya potensi untuk berubah."
Alam itu adalah selain Allah ta`ala. Alam itu adalah seluruh ciptaan-Nya (makhluk). Makhluk itu cirinya berubah-ubah. Datang, pergi, ada, hilang, bahaya, tidak membahayakan. Senantiasa berubah-ubah itu ciri makhluk. Dan setiap perubahannya terjadi atas kehendak Allah ta`ala. Sedangkan Allah itu qadim, Dzat yang sejakdulu, sekarang, yang akan datang takkan berubah. Kerahimannya, kekuasaannya, kehebatannya, keperkasaannya, kemahaannya tak akan pernah berubah.

Maka  tak  ada yang patut untuk kita datangi pada saat ini selain Allah ta`ala, Dzat yang tidak pernah berubah, sejak dulu, kini, dan yang akan datang. Allah menguji kita dengan salah satu dari ribuan juta makhluk-Nya supaya kita mau instropeksi kembali menjaga syari`at Allah ta`ala, kembali kepada cara hidup kekasih-Nya, Baginda Nabi Muhammad saw. 

Kita perbanyak istighfar atas dosa-dosa kita, taubatan nasuha, menunaikan hak-hak yang pernah kita dzalimi, doa kepada Allah agar Dia bermurah hati kepada kita dan segera mengangkat wabah ini dari kita semua. Tak ada yang mampu membalikkan keadaan melainkan Dzat yang mengatur segala keadaan.

2. Sepatutnya kita berikhtiar, berusaha, ambil asbab untuk mencegah bahaya penularan virus ini dari kita. Ada sebagian orang yang memandang sinis kepada orang yang berpijak pada landasan agama. Mereka katakan ; "Lho kok buat ikhtiyar  juga? Katanya yakin saja sama Allah, ya  sudah pasrahkan saja dirimu sama Allah." Ketahuilah bahwa yakin, tawakkal itu sifat hati, tempatnya dalam hati. Yakin adalah asas  awal yang harus dibangun sebelum berikhtiar. Kalau sampai yakin itu hilang dari hati kita, kita tak  tahu nasib kita nanti di kehidupan akhirat. Bagaimana kita nanti menghadap kepada Allah ta`ala jika hati kita ada cacat yakin??!

Allah ta`ala berfirman dalam surat as-Syu`ara ayat 88-89 : 

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ*  إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
 
"Yaitu pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat." Imam Mujahid rah.a katakan  bahwa qalbun saliim adalah hati yang selamat dari kesyirikan. Meyakini bahwa ada yang memiliki kekuatan dan kuasa selain Allah adalah kesyirikan.

Lalu, apakah yaqin, tawakkal dalam hati itu bertentangan dengan usaha ikhtiyar kita secara dzohir? Syeikh Abdul  Karim bin Hawazin  Al-Qusyairy menjelaskan di dalam kitab ar-Risalah al-Qusyairiyyah dalam bab Tawakkal : "Ketahuilah bahwa  tawakkal itu letaknya di dalam hati. Dan  ikhtiyar secara dzohir tidak membatalkan tawakkal dalam hati, selama seorang hamba masih meyakini bahwa segala ketentuan taqdir itu datangnya dari Allah. Jika gagal ikhtiyarnya itu karena taqdir dari Allah, jika  berhasil pun karena kemudahan dari Allah.

Ikhtiyar itu ada 2 macam : ikhtiyar bathin dan ikhtiyar dzohir. Ikhtiyar bathin dalam bentuk mengamalkan amalan-amalan sunnah yang di dalamnya terdapat janji-janji dari Allah ta`ala seperti disebutkan di dalam  hadits-hadits Nabi saw maupun amalan para ulama dalam rangka menjaga diri dari marabahaya (tahshiin), seperti membaca setiap pagi dan sore ; bismilahilladzi  laa yadhurru dst, a`uudzu bikalimaatillahit taammaati dst, sholawat dawa`iyyah, sholawat thibbil quluub, shodaqoh, ishlah diri, dll. Amalan-amalan tersebut diamalkan disertai dengan keyakinan. Hasilnya adalah yang pertama akan menarik kasih sayang Allah ta`ala, dan yang kedua akan menimbulkan rasa optimis dan ketenangan dalam hati pengamalnya, sedangkan ketenangan itu sendiri adalah setengah dari obat.
Ikhtiyar dzohir dalam bentuk melakukan langkah pencegahan penularan sebagaimana yang diarahkan oleh tim kesehatan menurut medis seperti pyshical distancing, menggunakan masker, konsumsi makanan atau minuman atau vitamin yang meningkatkan imun tubuh, sering cuci tangan dengan sabun, dll. Ikhtiyar dzohir pun juga merupakan sunnah Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw menghadapi musuh dalam medan juang peristiwa Uhud, meskipun beliau yakin haqqul yaqin  bahwa hidup mati di tangan Allah, namun beliau juga berikhtiyar menjaga keselamatan diri dengan mengenakan baju besi melawan musuh.

3. Jika ikhtiyar telah dibuat, sisanya kita serahkan kepada Allah. Salah satu rukun iman adalah pasrah pada ketentuan Allah. Yakin dengan taqdir yang baik dan yang buruk. Ini salah satu ciri kebaikan orang yang beriman, ketika diberi nikmat dia bersyukur, tidak lupa bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah, ia ggunakan untuk amal keta`atan. Dan jika diuji dengan musibah atau kesusahan, maka dia bersabar, meyakini  bahwa segala ketentuan takdir datangnya dari Allah.  Pasrah dengan ketentuannya dan menghadapinya dengan kesabaran. Dan inilah puncak keislaman. Berserah diri  pada Allah.

Sebagaimana ucapan yang dipanjatkan oleh Nabi Musa as ketika sudah berikhtiyar maksimal dalam menghadapi masalahnya :

 ۚ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
 
"Dan aku serahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat akan hamba-hamba-Nya." (Ghafir : 44).

Orang yang sukses di mata Allah bukanlah orang yang selamat atau tidak selamat dalam menghadapi musibah. Yang sukses adalah orang yang mampu menghadapi musibah dengan tetap istiqomah mengikuti petunjuk Allah dan cara/sunnahnya Rasulullah saw. Siapkah anda menghadapinya?

Wallahu a`lamu bish showaab.

Oleh : Khodim Dar El-Wihdah

Komentar