Dakwah ila Allah Adalah Tugas Utama

(Petikan bayan Almarhum KH Abdul Halim Dimyathi saat Musyawarah Indonesia tahun 2006)

 


 Perhatikanlah! Seorang guru ini digaji oleh kepala sekolah atau kepala madrasah. Maka dia diberikan fasilitas-fasilitas oleh sekolah atau madrasah. Tugasnya guru ini untuk apa ? Mengajar titik! Akan tetapi guru ini melihat tembok sekolah kok kelihatannya sudah usang. Maka si guru ini inisiatif untuk mengecat sendiri tembok tersebut dan mengganti warna tembok sekolah yang sudah kumuh dan usang tadi. Maka apa yang terjadi ? Ketika bel sekolah berbunyi, waktu dia harus mengajar, si guru tersebut masih sibuk memperbaiki dan mengecat tembok yang sudah usang tersebut. Sehingga dia dipanggil oleh kepala sekolah, “Wahai pak guru, itu bel sudah berbunyi dan anak-anak sudah menunggu untuk diajar, bapak kenapa tidak mengajar ?”

Maka si guru tersebut mengatakan, “Eh bapak kepala sekolah, mengapa anda tidak paham ? Bukankan mengecat tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? Memperbaiki tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? Mempercantik sekolah suatu kebaikan ? Ini adalah suatu kebaikan.” Kepala sekolah menjawab, “Betul itu suatu kebaikan, namun kamu digaji bukan untuk mengecat atau memperbaiki tembok, kamu digaji untuk mengajar.”

Keadaan umat hari inipun demikian. Ummat yang berontak hatinya tadi juga demikian pemikirannya. Apakah bekerja untuk keluarga, mencari nafkah, memberi orang lain pekerjaan, juga bukan merupakan suatu kebaikan ? Itu suatu kebaikan menurut mereka. Ummat Nabi ﷺ saat ini tidak pernah merasa dosa apabila meninggalkan daripada dakwah ini. Padahal ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dakwah ini, dia sudah menjadi pengkhianat, menjadi pecinta-pecinta palsu bagi Allah dan Rasulnya.

Ini karena ummat ini memandang kerja ini dengan mata bashor, mata dzohir mereka, bukan dengan mata bashiroh mereka atau mata hati mereka. Sehingga ummat ini seperti orang yang tidak bisa membedakan mana perintah-perintah yang diutamakan. Ada perintah dari RT, ada perintah dari kelurahan, ada perintah dari kecamatan, ada perintah dari walikota, ada perintah dari bupati, ada perintah dari gubernur, ada perintah dari menteri, ada perintah dari presiden. Perintah-perintah ini mempunyai keutamaan-keutamaan. Ummat hari ini tidak paham kedudukan-kedudukan dari perintah-perintah yang ada. Sehingga ummat hari ini tidak bisa membedakan antara perintah RT dengan perintah presiden. Demikian juga kita tidak bisa membedakan antara mmal dakwah ini dengan amal yang lain. Padahal dakwah ini tidak sama dengan amal pada umumnya.

Allah Swt sudah membedakan dengan jelas antara amal dakwah dengan amal yang lainnya pada umumnya. Allah pisahkan kekhususan amalan dakwah ini dengan amalan yang lainnya :

وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ٣٣

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri? (Fushshilat : 33)

Mana perkataan yang lebih baik daripada perkataan orang yang mengajak taat (dakwah) kepada Allah? Disini seakan-akan Allah menantang amal mana lagi yang lebih baik daripada dakwah, inilah keutamaan amal dakwah tersebut. Kemuliaannya dan ketinggiannya sudah Allah bedakan dengan amal-amal lain pada umumnya. ‘Wa `amila sholihaa’ yang artinya dan beramal sholih. Apakah dakwah ini tidak termasuk daripada amal sholih ? Dakwah ila Allah lebih diawalkan.

Orang tua kita mengatakan dalam bayannya tentang tafsir ‘wal `asri’ oleh ulama KH. Ali Maksum dari pondok pesantren Krapyak, Jogyakarta, yang dikenal dengan kyai kuno atau tradisional. Kyai Maksum yang kyai kuno ini bisa menjelaskan tentang kekhususan dakwah. Anehnya kyai modern tidak bisa menjelaskan kekhususan dakwah ini. Jadi menurut kyai ini semua orang dalam kerugian, orang kaya rugi, yang miskin rugi, yang berpangkat rugi, orang awam rugi, orang desa rugi, orang kota rugi, orang pintar rugi, orang bodoh rugi, kecuali orang-orang yang mempunyai 4 sifat.

Siapakah mereka yang memiliki 4 sifat sehingga tidak terkena dampak kerugian tersebut ? 1. ‘Illa alladzina aamanuu’ yang artinya kecuali orang yang beriman, 2. ‘Wa amilus sholihaati’ yang artinya dan orang-orang yang beramal sholih, 3. ‘Wa tawaashou bil haqqi’ yang artinya dan orang-orang yang berdakwah, orang yang menasehati perkara yang haqq. Inilah yang kosong atau yang tidak dilakukan selama ini, saling berwasiat, saling mengulang-ulang, mentikror, tentang yang haqq, 4. ‘Wa tawashou bis shobr' yang artinya dan orang-orang yang saling berwasiat untuk kesabaran.

Ini karena dalam kerja dakwah ini kesabaran merupakan suatu keharusan. Sangat riskan jika kita berdakwah ini tanpa kesabaran. Kerja dakwah ini satu pelaminan dengan sabar yang tidak bisa dipisahkan. Jika kita mau terjun dalam dakwah, syarat yang pertama adalah kita harus sabar. Jadi dakwah ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa kesabaran. Tanpa sifat sabar kita tidak akan bisa dakwah.

Jadi kalau kita mempunyai kriteria ini : 1. Keimanan yang betul dan kuat, 2. Amal sholih yang lurus, 3. Dakwah atas yang haq, 4. Kesabaran. Maka kita akan terselamatkan daripada kerugian di akherat nanti. Inilah kekhususan dakwah yang dijelaskan oleh Kyai Ali Maksum tersebut.

Dakwah ini adalah induk dari segala hasanaat, ummul hasanaat. Induk dari segala kebaikan ini adalah dakwah. Ini jika dakwah ini benar-benar dihidupkan.

Komentar